Langsung ke konten utama

LEGENDA

ASAL-USUL AIR TERJUN HANGA-HANGA

Konon, dahulu kala di kota Banggai yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Banggai, banyak terdapat sumber (air jatuh), sungai-sungai besar dan mata air. Banyaknya sumber air itu membuat Kerajaan Banggai menjadi sangat subur. Kesuburannya Bumi Banggai di tambah tekunnya rakyat dalam mengolah lahan, menjadikan sebagian besar rakyat Banggai dapat hidup makmur dan sejahtera karena hasil bumi mereka selalu melimpah ruah.

Kondisi alam yang ramah menjadi lengkap dengan hadirnya pemimpin -Raja Adi Cokro- yang sangat amanah.

Adi Cokro pun dikenal bijaksana. Wajar jika Kerajaan Banggai jadi sangat terkenal karena rakyatnya hidup damai, sejahtera dan aman sentosa.

Suatu ketika ketentraman dan kebahagian yang dirasakan rakyat Banggai jadi terganggu. Rakyat Banggai tidak bisa lagi menuai panen dari lahan mereka. Karena lahan pertanian mereka mengalami kekeringan dan kekurangan air. Padahal saat itu bukan musim kemarau. Kekeringan dan kesulitan air yang dialami rakyat Banggai, terjadi karena ulah seorang wanita sakti yang telah lancang mengusir sumber air (air terjun) dari Bumi Banggai.

Ulah wanita sakti mengusir air jatuh dari Bumi Banggai, mengakibatkan rakyat di Kerajaan Banggai jadi menderita dan kesulitan untuk mendapatkan air. Baik untuk kebutuhan minum, mencuci, apalagi untuk pertanian.

Kekeringan dan kesulitan air yang dialami rakyat Banggai, mengakibatkan rakyat yang semula makmur dan sejahtera mulai jatuh miskin bahkan sebagian mengalami kelaparan karena kekurangan bahan pangan akibatnya disana-sini terjadilah kekacauan dan kepanikan.

Adi Cokro sebagai raja yang sangat dekat dengan rakyatnya, langsung tanggap dan bisa merasakan kegelisahan yang tengah dialami masyarakatnya. Tanpa menunggu datangnya laporan dari bawahannya. Adi Cokro langsung turun ke lapangan untuk mencari tahu pokok permasalahan yang menyebabkan rakyatnya jadi sulit dan menderita.

Setelah melakukan penyelidikan langsung di lapangan, akhirnya Adi Cokro mendapatkan jawabannya, mengapa sampai rakyat Banggai jadi susah, menderita dan akhirnya jatuh miskin.

Adi Cokro tahu, semua itu disebabkan ulah seorang wanita sakti yang telah mengusir sumber air (air terjun) yang ada di Banggai ke tempat yang lain. Sejak air terjun menghilang dari Bumi Banggai, rakyat akhirnya mengalami kekurangan air hingga tidak bisa bercocok tanam.

Karena Adi Cokro adalah seorang raja yang sangat arif dan bijaksana. Meski sudah tahu orang yang telah membuat ulah hingga rakyat Banggai jadi menderita, tetapi sang raja (Adi Cokro) tak mau langsung menindak apalagi menghukum wanita sakti yiang telah mengusir air jatuh dari Banggai.

Dengan sangat berwibawa tapi santun, Adi Cokro lantas mengundang wanita sakti tersebut untuk datang ke istana kerajaan.

Maksud Adi Cokro mengundang wanita sakti itu agar dia dapat mendengar langsung alasan hingga wanita sakti itu mengusir air terjun dari Banggai, yang akhirnya telah membuat rakyatnya jadi susah dan menderita.

Mendapat undangan dari Raja Banggai yang sangat tersohor dan disegani, yang diantar langsung oleh para pengawal kerajaan, wanita sakti yang bernama Putri Langi langsung kaget dan bercampur haru dan kagum.

Kaget, karena tidak tahu mengapa tiba-tiba dirinya diundang untuk hadir di istana kerajaan.

Kagum, karena ada seorang raja yang sangat digdaya dan sudah termasyur namanya, mau mengudang rakyat biasa seperti dirinya untuk datang di istana kerajaan.

Tiba hari yang di tetapkan dalam undangan, berangkatlah Putri Langi menghadap Raja Adi Cokro di istana Kerajaan Banggai. Di istana, Putri Langi di sambut langsung oleh Raja Adi Cokro. Bahkan Putri Langi diperlakukan dengan sangat baik dan dijamu dengan makanan yang enak-enak ala kerajaan.

Setelah mendapat suguhan makan yang mewah, Adi Cokro langsung mengundang Putri Langi untuk berbincang soal hilangnya sumber air (air terjun) dari Bumi Banggai.

Dengan suara yang sangat lembut dan santun Adi Cokro mulai bertanya kepada Putri Langi kenapa sumber air (air jatuh) bisa pergi dari Banggai?.

Di sodori pertanyaan demikian, Putri Langi sempat merunduk malu. Namun tak lama kemudian meluncurlah jawaban dari Putri Langi, ia menjelaskan duduk soalnya hingga air jatuh yang ada di Banggai menghilang.

“Baginda raja, hamba mohon maaf. Menghilangnya air jatuh dari Banggai, sesungguhnya karena air tersebut telah hamba usir dari Banggai. Adapun alasan, hamba sampai mengusir air terjun (jatuh) karena air tersebut selalu mengganggu tidur Koliolou (anak hamba yang masih bayi). Setiap hari tidur anak hamba jadi terusik karena suara air jatuh yang sangat bising”, jawab Putri Langi dengan suara lamat-lamat.

“Tapi, tindakan putri mengusir air dari Banggai, kini rakyat di Kerajaan Banggai jadi kesulitan dan menderita. Untuk minum, mandi, dan mencuci saja mereka sulit untuk mendapatkan air”, sela Adi Cokro memberikan alasan pada Putri Langi.

“Sekali lagi hamba mohon maaf dan hamba harus bagaimana baginda?”, tanya Putri Langi kepada Adi Cokro.

“Tentu, air jatuh harus dikembalikan ke Banggai, agar Rakyat bisa hidup normal kembali”, jawab Adi Cokro.

“Mengembalikan air jatuh ke Banggai, bukanlah pekerjaan yang rumit buat hamba. Hanya saja, kalau air jatuh di Banggai, maka anak hamba akan selalu terganggu tidurnya, dan bisa jatuh sakit”, tutur Putri Langi memberikan alasan kepada Adi Cokro.

“Kalau demikian, bagaimana dengan nasib rakyat Banggai yang sekarang tengah menderita karena mengalami kekurangan air?”, Tanya Adi Cokro kembali.

“Jika baginda berkenan, saya ingin tawarkan jalan tengah pada baginda bagaimana kalau air jatuh (air terjun) yang ada di Banggai, hamba tukar dengan tempayang yang berisi air yang sumbernya hamba ambil dari air jatuh?”, kata Putri Langi memberi tawaran kepada Adi Cokro.

Putri Langi lalu menjelaskan bahwa, tempayang yang akan diberikan untuk rakyat Banggai, airnya akan terus-menerus mengalir, seperti mengalirnya air jatuh Banggai. Karena itu, Putri Langi meminta agar baginda dan rakyat tak perlu cemas akan kekurangan air lagi seperti yang kini tengah dialami rakyat Banggai. Lagi pula, tambah Putri Langi, sumber air tempayang itu berasal dari air jatuh.

Dan air tersebut masih bersumber dari air terjun.”Nantinya air ditempayang itu akan mengalir terus-menerus seperti air jatuh. Dan air tersebut akan mampu memenuhi kebutuhan semua orang-orang Banggai”, jelas Putri Langi.

“Bagaimana dengan air jatuh yang dipunyai Banggai?”, Tanya raja Adi Cokro kembali pada Putri Langi.

“Soal air jatuh yang dimiliki Kerajaan Banggai, nantinya akan hamba pindahkan ke salah satu wilayah Kerajaan Banggai. Dan kalau paduka raja tidak berkeberatan saya akan memindahkan air jatuh tersebut ke Luwuk”,jelas Putri Langi.

“Air jatuh tersebut boleh saja dipindah ke Luwuk, hanya saja saya berpesan agar air jatuh tersebut diletakkan disebuah bukit yang agak tinggi agar dapat terlihat dai istana Kerajaan Banggai”, pesan Adi Cokro kepada Putri Langi

Dan dengan kesaktiannya, kemudian Putri Langi memindahkan air jatuh yang dahulunya ada di Kerajaan Banggai, ke Bukit Hanga-Hanga, Luwuk, yang kala itu dapat terlihat dari Banggai.

Sejak air jatuh dipindah ke Luwuk, Putri Langi pun menepati janjinya untuk memberikan air kepada masyarakat Banggai. Hanya saja air yang diberikan itu bukan lagi berupa air jatuh, tetapi sudah berupa dalam tempayang. Sejak itulah di Banggai banyak ditemukan sumber-sumber air yang letaknya seperti dalam tempayang.

Sejak berpindahnya air jatuh dari Banggai ke Hanga-Hanga Luwuk, anak Putri Langi dapat tidur nyenyak karena tidak terganggu lagi, hingga akhirnya tumbuh dewasa dan menjadi orang penting di kerajaan.

(Dihimpun dari berbagai sumber)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG

I HODI KA I GEO Utu mae, dagi ko olitau anu mosangalu. To olitau aijo sanggo nu aha I Geo ka I Hodi. Aha ma isa ko pakalajaan. Aha biasa molio kau i alas da opo baluk ka mongolu. Pakalajaan na obau ola polioan mongkan sansina - sina. Ka tudunannyo, mongkalaja uka sina, anu ohumpak ola pongkan uka sina. I Santu u sina no sintokamo na I Geo ka I Hodi ka binasalemo na aha da mamba mongulu. Bai aha aide mbak ko pongulu ka duangan. I Hodi ka I Geo bina pikilmo mosia da aha mohumpak duangan ka pongulu. Tinonginaumo na aha da monsabol duangan belie Babo Ise. Nambamo na aha belie Babo Ise anu dagi I papayan. Tinokamo na aha I papayan, nosintakamo  ka I Babo Ise. Aha nompo hampemo makasud da monsabol duangan ka pongulu I Babo Ise. “Mosia na lele Babo Ise?” pokilawai I Hodi. “Aide, ima-imanyo,” koi Babo Ise. “Babo Ise, aidemo na nulio mami,” koi I Geo “Apaa… na oliu miu?” pokilawai Babo Ise mule. “Anulio mami mate duangan,” koi I Hodi. “Bee.. duangan I ...

UNDU-UNDUON NU SALUAN

LABOBODO Utu nae ko mian anu ponga manteng, sahingga mian sanang mombel sanggonyo toba I Laobodo. Kosansinanyo aitu osowanyo manembele toba ahi mobaat. Kopihinyo nongipino aitu osowanyo. I uno ipionnyo aijo tinoka mian mompoto'i ia konyo, "Pasakitum atino bisa moalin, kalu ako mohae monginum pakuli lengket bua u kawu. Sanggonyo aitu bua u kumang-kumang." Noko nobangun nompokilawamo na oine I Labobodo konyo, "Daang kita toho nompia bua kau kumang-kumang?'' Konyo osowanyo, ''Oh daang, aku to ho nompia bai jongannyo hamo inginanku." ''Kalu humo atina, "konyo I Labobodo, "Sina uka aku mombamo molio bua kau atina naoko maulua ma'alim," I.a.pas taijo ia nambamo ahi. Togonga ualas mbahan sinumbu-sinumbunyo ia nosihumpak tobai Mantebenge. nompokilawamo aitu Mantebenge belei I Labobodo, "He, oko atina mamba monyo?" "Aku aya mamba molio bua kumang-kumang bau pakuli mosia osowangku masakit...